Pahlawan !
Pahlawan !
Oleh : Ubedilah Badrun
Setiap bangsa memiliki sejarahnya sendiri dan karenanya memiliki pahlawannya sendiri. Pahlawan bagi sebuah bangsa adalah spirit yang terus menyala dan menyejarah, ia memberi warna bagi sejarah bangsanya bahkan bagi sejarah kemanusiaan dan peradaban dunia. Namun seringkali karena kontribusinya pada suatu bangsa, sang pahlawan menjadi milik sebuah bangsa saja, ia bukan milik bangsa lain. Sebab bisa jadi pada sosok pahlawan yang sama ia dinilai bukan pahlawan oleh bangsa lain, bahkan dinilai sebagai pemberontak. Sebut saja misalnya pada diri Pangeran Diponegoro, bagi bangsa
Semangat anti penjajahan adalah nilai-nilai universal yang diperjuangkan para pahlawan di dekade abad 19 hingga abad 20. Hanya sedikit orang yang menjadi pahlawan bagi dunia. Karenanya kepahlawanan seseorang sangat interpretatif, subyektif sekaligus juga hasil dari proses obyektivikasi sosial yang melingkupinya. Dalam konteks pahlawan ini, subyektifitas bisa berlaku bersamaan dengan obyektifitas. Karena itu sah-sah saja jika sebuah bangsa menentukan siapa-siapa pahlawan bangsanya. Pada momentum bulan November ini kita bangsa
“Maju terus pantang mundur , lebih baik mati daripada dijajah. Merdeka atau Mati !!” Itulah kalimat yang berkali-kali berkumandang saat pertempuran 10 November 1945 di Surabaya. Adalah Bung Tomo sang pembakar semangat yang mengumandangkan kalimat tersebut ditengah-tengah pertempuran. Anti penjajahan dan kemauan untuk merdekalah yang menjadi nilai universal yang mampu menyatukan seluruh komponen rakyat
Merdeka adalah kewenangan individual maupun komunal untuk hidup bermartabat, hidup mulia, hidup dengan pilihan yang sesuai dengan fitrah kemanusiaanya. Karena itu merdeka sesungguhnya merupakan nilai universal yang ada pada setiap manusia, yang diperjuangkan oleh para pahlawan. Kini lebih 61 tahun lalu bangsa
Sayangnya memang buah perjuangan itu kadang tidak mampu dijaga oleh generasi manusia berikutnya. Tidak sedikit kemerdekaan sebuah bangsa tergadaikan oleh kepentingan-kepentingan yang tak bermartabat. Kedaulatan bangsanya seolah digerogoti tanpa sadar oleh ulah dari generasi ke generasi. Menjual aset bangsa tanpa menjunjung tinggi kepentingan rakyat banyak adalah bentuk penggerogotan kemerdekaan dan kedaulatan. Ketergantungan Negara pada negera lain adalah hal lain yang juga berstatus sama. Bisa jadi penyambutan istimewa Mr.SBY pada Mr.Bush dengan biaya 6 milyar dan kerugian masyarakat
Ya, persoalannya memang ada pada generasi baru yang hidup di zaman berbeda dengan pahlawan tempo dulu. Spirit kepahlawanan telah terkikis oleh tumpukan kepentingan-kepentingan, terkikis oleh berbagai ragam idiologi yang berseliweran menghantui zaman. Seolah masa kini adalah peristiwa yang terpisah dengan masa lalu. Pada konteks ini perlu diajukan kritik bahwa jika masa kini adalah peristiwa yang terpisah dengan masa lalu maka adakah kupu-kupu jika tidak ada kepompong ? dan adakah kepompong jika tidak ada yang membentuknya? Ya, masa kini adalah siklus hidup dari masa lalu.
Nilai-nilai kepahlawanan dari masa lalu bangsa
Pahlawan selalu memilih hidup mulia. Kemuliaan hidup pahlawan terlihat dari sejauhmana ia memberi manfaat bagi orang banyak. Kemanfaatan pahlawan masa lalu adalah kontribusinya memerdekakan bangsa dan mempertahankan kemerdekaan untuk kehidupan generasi berikutnya, meski sering diakhiri dengan kematian di tiang gantungan atau terkena timah panas yang menembus dadanya. Lalu, kita yang hidup dizaman yang terus berubah ini kemanfaatan apa yang bisa kita berikan untuk orang banyak?
Orang-orang terpelajar atau yang mengaku dirinya kaum terpelajar bisa menjadi pahlawan hanya kalau ia mampu memberikan manfaat untuk orang banyak. Sisi-sisi keilmuan kaum terpelajar adalah pintu-pintu untuk berkontribusi. Persoalannya adalah memilih jalan hidup pahlawan merupakan pilihan penuh resiko. Kesanggupan untuk menanggung resiko adalah ciri kepahlawanan itu sendiri, baik kesanggupan menanggung resiko waktu, resiko harta, hingga resiko kematian. Bangsa
“ Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pahlawannya, Jangan sekali-kali melupakan sejarah, hak tak dapat diperoleh dengan mengemis, hak hanya dapat diperoleh dengan perjuangan, Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri yang tidak mengerti arti berbangsa dan bernegara, apabila di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun” (Pesan Pahlawan Nasional Bung Karno).
0 Comments:
Post a Comment
<< Home