Tuesday, August 22, 2006

Memaknai Kebangkitan Nasional

Memaknai Kebangkitan Nasional
Oleh : Ubedilah Badrun

Jika di hitung, sudah sembilan puluh delapan tahun yang lalu peristiwa Kebangkitan Nasional berlangsung (1908-2006). Sebuah umur yang melebihi umur rata-rata manusia Indonesia. Sebuah umur yang melampaui usia kematangan seorang manusia. Artinya jika dianalisis secara kualitatif maka kesadaran berbangsa untuk maju pada saat ini seharusnya sudah memetik buahnya. Sebuah kenyataan bangsa yang maju tanpa kehilangan jati diri kebangsaannnya. Tetapi realitas Indonesia hari ini adalah sebuah realitas yang memang sulit untuk dikatakan maju, selain itu juga sulit untuk mengatakan bahwa bangsa Indonesia memiliki jati diri kebangsaan yang kuat. Hal ini bisa dilihat dari ukuran kemajuan sebuah bangsa dan ukuran ketergantungan yang berlebihan terhadap bangsa lain, bahkan hingga nyaris kehilangan kedaulatannnya sebagai sebuah negara. Ini memang sebuah Ironi yang cukup menggelikan ?
Tetapi, mengeluh, bukanlah solusi yang paling tepat untuk mengatasi masalah bangsa yang saat ini masih merangkak kembali untuk bangun dari keterpurukannnya. Paling tidak momentum Kebangkitan nasional ini bisa dijadikan sebagai sebuah pijakan analisis untuk kemudian menemukan gagasan sebagai sebuah urun rembuk dalam rangka membangkitkan kembali bangsa dan negara yang kita cintai dari sebuah keterpurukan yang saat ini sedang membelit bangsa Indonesia. Sejumlah masalah sedang kita hadapi, antara lain dari masalah ekonomi, disintegrasi, sampai masalah moralitas hidup berbangsa dan bernegara.
Harus diakui bahwa masalah-masalah tersebut adalah warisan dari sebuah rezim yang berkuasa cukup lama selama 32 tahun. Rezim Orde Baru. Sebagaimana diketahui bahwa Rezim Orde Baru atas nama pembangunan, menjalankan pemerintahannya secara otoriter. Ini terlihat dari praktek ekonomi maupun politik Orde baru yang jauh dari demokrasi. Namun demikian otoriterianisme Orde Baru itu bisa ditutupi dengan menampakkan pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, bahkan pada tahun 1993 World Bank sempat menempatkan Indonesia diantara kelompok negara yang perekonomiannya berkinerja tinggi (“ The East Asian Miracle: Economic Growth and Public Policy”, Washington,DC,1993) . Realitas ekonomi yang demikian itu dijadikan pembenaran oleh Orde Baru untuk menyatakan bahwa stabilitas politik sangat diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, sekalipun upaya stabilisasi itu dilakukan dengan cara-cara yang represif (R.William Liddle, “ Rezim : Orde Baru”, dalam Indonesia Beyond Soeharto, editor Donald K.Emmerson, The Asia Society, 1999 ). Cara-cara inilah yang kemudian mampu memendam dendam yang kuat yang menjadi pemicu disintegrasi bangsa (kasus Tomor-Timur, Aceh, dan Papua). Selain itu, ketidak adilan dan berkembangnya budaya korupsi juga menjadi faktor cukup berpengaruh bagi makin ruetnya persoalan bangsa.

Persoalan Substansial
Lalu pertanyaannnya, “mengapa itu semua terjadi ?”. Barangkali sulit untuk memastikan jawabanya. Tetapi ada satu jawaban yang cukup mendekati kebenaran, yakni memudarnya moralitas hidup berbangsa dan bernegara. Rasa kebangsaan memudar hingga merusak sistem hukum, demokrasi, dan kepentingan nasional yang di cita-citakan oleh the founding fathers and mothers bangsa Indonesia. Inilah sesungguhnya persoalan substansial yang saat ini dihadapi bangsa Indonesia.
Jika kita mengingat ketika Boedi Oetomo pada 20 Mei 1908 digagas dan didirikan oleh Wahidin Soedirohusodo, Soetomo, dan teman-temannnya, maka kita diingatkan betapa awal kebangkitan nasional sesungguhnya berakar pada pentingnya rasa kebangsaan. Dengan semangat inilah proses sejarah nasionalisme menemukan bentuknya, hingga lahirnya Sumpah Pemuda dan Proklamasi Kemerdekaan. Arnold Toynbee menamakan proses ini sebagai Nasionalisme Herodianisme. Sebuah semangat kebangsaan yang heroik dan mampu mewujudkan cita-citanya dengan caranya tersendiri ( Lihat I Wayan Badrika, Sejarah Nasional, hlm.131-136).
Dari penggalan sejarah diatas, nampak bahwa rasa kebangsaan menjadi faktor magnetik yang mampu menarik begitu sangat kuat seluruh komponen bangsa untuk mencapai idealitas yang diinginkannnya. Inilah pelajaran berharga dari Kebangkitan Nasional bangsa Indonesia pada saat itu. Ketundukan rasional pada cita-cita luhur menjadi moralitas yang begitu kuat melekat pada diri pejuang pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. Ketundukan rasional pada cita-cita luhur bangsa Indonesia atau sebuah komitmen idiologis yang begitu kuat telah mampu membawa bangsa Indonesia ke alam kemerdekaan. Disinilah national character terbentuk begitu kuat.
Karena itu, untuk mengatasi sejumlah masalah yang sampai saat ini masih membelit bangsa Indonesia, hal penting yang perlu dilakukan adalah menata kembali sejauhmana pembangunan karakter kebangsaan ( national character building ) dilakukan. Disinilah sekali lagi kita perlu belajar dari gagasan Budi Utomo yang kedua, selain rasa kebangsaan, yakni pentingnya pendidikan. Kita ingat bahwa Dr.Wahidin Soedirohusodo pada awalnya mengajak Soetomo untuk menghimpun dana bagi nasib belajar anak-anak Indonesia. Pada saat itu sudah disadari betul bahwa pendidikan merupakan faktor penting yang perlu terus dijaga dan dikembangkan. Tentu saja pendidikan pada saat itu mampu membentuk karakter kebangsaan yang amat kuat. Hal ini selanjutnya menemukan bentuknya ketika Ki Hajar Dewantara mendirikan Taman siswa pada 1922. (lihat I Wayan Badrika, Sejarah, hlm.152-153). Sebuah pendidikan yang mampu membentuk karakter kebangsaan yang memiliki ketundukan rasional pada cita-cita luhur bangsa Indonesia atau sebuah komitmen idiologis yang kuat pada kemerdekaan sebuah bangsa.

Beberapa Catatan Penting
Lalu, jika kita mencermati persoalan bangsa yang sedang kita hadapi saat ini, komitmen idiologis apa yang perlu dikembangkan? Beberapa catatan berikut ini bisa dijadikan pijakan untuk menata Indonesia ke depan:
Pertama, menjadikan pendidikan sebagai hal utama sebagai upaya untuk menata karakter kebangsaan manusia Indonesia masa depan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Sebagaimana juga digagas pada Kebangkitan Nasional thn 1908. Sebab pendidikan sesungguhnya merupakan institusi yang paling strategis untuk membangun masa depan bangsa. Persoalannya, seringkali tanggungjawab pendidikan dianggap hanya sebagai tanggungjawab pemerintah atau tanggungjawab sekolah, padahal pendidikan hakekatnya juga meliputi tanggungjawab orang tua, masyarakat, dan seluruh komponen bangsa. Alangkah indahnya jika seluruh komponen bangsa ikut bertanggungjawab untuk memajukan pendidikan bangsa Indonesia.
Selain itu, orientasi pendidikan juga perlu dikembangkan ke arah memanusiakan manusia , yakni tidak hanya mampu menjadikan siswa atau mahasiswa untuk menguasai Ilmu Pengetahuan dan Tehnologi tetapi juga memiliki moralitas yang kuat. Bukankah persoalan moralitas yang membuat bangsa Indonesia terperosok jauh ke lembah krisis yang berkepanjangan ?. Sebab moralitas sesungguhnya tidak hanya mampu membangkitkan etos untuk maju, tetapi juga mampu membendung perilaku yang merugikan bangsa & negara.
Kedua, mengoreksi total seluruh kesalahan-kesalan dalam menjalankan negara untuk kemudian menyatakan menolak terhadap segala bentuk kejahatan, termasuk didalamnya menolak korupsi, menolak kekerasan, menolak ketidakadilan, dan menolak pseudo reformasi. Ini dilakukan oleh seluruh komponen bangsa Hal ini amat penting untuk membangun kepercayaan bangsa Indonesia maupun publik internasional. Sebab saat ini kita bangsa Indonesia memang sedang dihadapkan pada sebuah kenyataan Public Distrust yang amat memprihatinkan. Berkurangnya tingkat korupsi, tegaknya supremasi hukum, dan berjalannnya Demokrasi, sesungguhnya menjadi bagian penting bagi pemulihan kepercayaan publik, baik nasional maupun internasional.
Ketiga, diandaikan pemilu 2009 nanti mampu menghasilkan lembaga legislatif (DPR&DPD) dan Eksekutif (Presiden & Wapres) yang berkualitas dan representatif mewakili kepentingan nasional, maka komitmen pertama yang harus dijalankan adalah membuat “Garis Tegas” atau “Garis Pembeda” antara yang salah dan yang benar, antara yang korup dan tidak korup, antara rezim orba dan pemerintahan reformis, antara neokolonialisme dan nasionalisme. Garis tegas ini yang selama ini tiada meskipun rezim terus berganti. Sehingga kebijakan-kebijakan rezim baru sampai hari ini tidak mampu mengatasi persoalan-persoalan bangsa yang sesungguhnya membutuhkan ketegasan. Jika garis tegas atau garis pembeda itu dimiliki pemerintahan baru nanti maka langkah -langkah implementasi jalannya negara yang berdaulat akan berjalan sesuai agenda reformasi total sebagaimana juga cita – cita The founding Fathers and Mothers bangsa ini .
Ubedilah Badrun ( Alumnus Program pascasarjana Ilmu Politik UI, kini mengajar Civics Education & Social Science di Tokyo Indonesian School- Jepang)

Friday, August 11, 2006

Pemuda Islam Dan Kontribusinya Bagi Masa Depan Politik di Indonesia

Pemuda Islam Dan Kontribusinya Bagi Masa Depan Politik di Indonesia
Oleh : Ubedilah Badrun

Jumlah penduduk Indonesia saat ini lebih dari 210 juta orang. Dari jumlah tersebut, kelompok yang dikategorikan generasi muda atau yang berusia diantara 15 - 35 tahun, diperkirakan berjumlah sekitar 78 juta jiwa atau 37 persen dari jumlah penduduk seluruhnya (http://www.plsp.depdiknas.go.id/renstra.html). Dengan melihat data kwantitatif ini bisa kita pahami betapa tidak sedikitnya jumlah pemuda di Indonesia. Karenanya kajian tentang pemuda selalu menarik, selain itu juga pemuda diyakini oleh banyak kalangan sebagai komunitas yang paling potensial untuk mempengaruhi dan memberi warna masa depan sebuah bangsa. Hampir dapat dipastikan bahwa kemajuan sebuah bangsa dimasa depan sangat ditentukan oleh sejauh mana kualitas pemuda saat ini. Konteks logika ini bisa terjadi di semua ranah kehidupan, baik ranah kemajuan Ilmu Pengetahuan Tehnologi maupun ranah Sosial dan Politik . Dalam tulisan yang dibuat khusus untuk natsu camp KAMMI Jepang 2006 ini saya diminta untuk memfokuskan pada kajian Pemuda Islam dan kontribusinya bagi masa depan politik di Indonesia.
Pemuda Islam
Secara harfiah, kamus Websters, Princeton mengartikan bahwa youth yang diterjemahkan sebagai pemuda, adalah the time of life between childhood and maturity, early maturity, the state of being young or immature or inexperienced, the freshness and vitality characteristic of a young person . Dari definisi ini, maka dapat diinterpretasikan pemuda adalah individu dengan karakter yang dinamis, penuh vitalitas, bahkan bergejolak dan optimis namun belum memiliki pengendalian emosi yang stabil karena masa transisional psikologisnya. Pemuda juga menghadapi suatu masa sosial dan cultural yang terus berkembang. Dalam situasi psikologis seperti ini tidak jarang manusia usia muda yang kemudian terjerumus dalam pola hidup yang justru merusak dirinya sendiri (semisal ketergantungan pada Narkoba hingga mengakhiri hidupnya) atau ada yang sebaliknya justru masa muda yang penuh vitalitas ini dimaknainya secara lebih positif sehingga tidak sedikit anak-anak muda juga telah mengukir prestasi di usianya yang masih dini.
Pemahaman tentang Pemuda sebagaimana dijelaskan diatas sengaja dikemukakan untuk mempertegas betapa usia muda menjadi begitu menentukan perjalanan hidup seseorang dimasa depan. Lalu, bagaimana Islam memandang Pemuda ? Pemuda memiliki rasa idealisme yang tinggi, berani menanggung resiko untuk keteguhan tujuannya, gesit, kuat, yang terpenting memiliki fitrah yang masih bersih (Q.S.18:13). Sebagai produk generasi yang serba ingin tahu, memuda selalu menunjukkan kebolehannya dan kemampuannya dalam mencapai cita-cita meraih izzah (kemuliaan ) didunia maupun akhirat. Pemuda juga memiliki semangat tinggi dan kemampuan belajar, mudah menyerap kebaikan bahkan kemungkinan dapat terpengaruh oleh kejahatan. Islam sebagai agama yang tsumul sangat memperhatikan dan memuliakan para pemuda, al-Qur'an menceritakan tentang potret pemuda ashaabul kahfi sebagai kelompok pemuda yang beriman kepada Allah SWT dan meninggalkan mayoritas kaumnya yang menyimpang dari agama Allah SWT, sehingga Allah SWT menyelamatkan para pemuda tersebut dengan menidurkan mereka selama 309 tahun. Kisah pemuda ashaabul ukhdud dalam al-Qur'an juga menceritakan tentang pemuda yang tegar dalam keimanannya kepada Allah SWT sehingga menyebabkan banyak masyarakatnya yang beriman dan membuat murka penguasa.
Jika kita mencermati usia para Nabi juga berusia masih muda. Ibnu abbas ra, berkata " tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah melainkan ia pilih dari kalangan pemuda saja (sekitar30-40 tahun) begitu juga seorang tidak alim pun yang diberi ilmu melainkan dari pemuda saja." (tafsir ibnu Katsir III/63). Banyak pula yang tercantum dalam Al-Quran, kisah-kisah para pemuda , diantaranya: Nabi yusuf, Musa, Ibrahim, dan lainnya. Dalam surat al-Anbiya 60" mereka berkata: kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama ibrahim." Selanjutnya kisah-kisah lainnya dapat kita lihat dan renungkan bagaimana Ibrahim menentang raja nambrud yang sangat kejam, bagaimana Daud mengalahkan Raja Jalut yang bengis dan berpengalaman tempur terhebat kala itu, bagaimana Musa dan Harun melawan Raja Firaun yang dzalim dan sombong, yang tega membunuh semua bayi laki-laki yang lahir tanpa berdosa itu untuk kepentingannya sendiri.
Masih banyak lagi contoh-contoh kisah para pemuda lainnya, diantaranya bahwa mayoritas dari assabiquunal awwaluun (orang-orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah SAW) adalah para pemuda. Ketika Nabi Muhammad SAW di utus Oleh Allah untuk menyampaikan risalah Islamiyah, yang mengimani saat itu diawali mayoritas oleh pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam (masing-masing 8 tahun), thalhah bin ubaidillah ( 11 tahun), al-arqam bin abi al-arqom (12 tahun), seorang ahli tafsir terkemuka, Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), saad bin Abi Waqqash (17 tahun), ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), zaid bin haristah (20 tahun ), mush’ab bin Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab(26 tahun), Abu bakar Ash-Siddiq (37 tahun), dll.(http://www.khilafah.or.id/pemuda/Pemuda11.htm). Subhanallah, bahkan seringkali diantara mareka ditunjuk oleh Nabi Saw menjadi panglima yang memimpin tidak hanya kaum muda saja tetapi juga yang tua yang lebih berpengalaman. Selain kisah-kisah usia muda yang mengagumkan pada masa assabiquunal awwaluun, juga tidak sedikit kita menemukan kisah-kisah usia muda yang mengagumkan pada periode salafus sholeh, semisal kisah Imam Syafii yang hafal al-Qur’an diusia tujuh tahun.
Di penghujung abad 20, gerakan-gerakan pemuda Islam yang dipelopori oleh mahasiswa telah menjadi pemeran dalam menumbangkan rezim-rezim otoriter dan mendorong perubahan-perubahan mendasar di sejumlah negara. Kita bisa belajar dari perjuangan tokoh-tokoh pergerakan muda Islam seperti Hasan Al-Bana, Sayid Qutub, Abdullah Azzam, Said Hawa dan masih banyak lagi, ikut membangun kembali umat dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.
Kisah-kisah muda para perintis perjuangan Islam di Indonesia juga tak lapuk untuk dikaji oleh para pemikir Islam dan ilmuwan sosial, sebut saja misalnya bagaimana kisah muda Agus Salim yang hanya lulusan setingkat SMA (Hoogere Burgerschool) namun mampu menjadi pemikir besar yang mewarnai perkembangan Islam Indonesia, mempengaruhi arah politik nasional di periode awal kemerdekaan, hingga turut memberikan khazanah keislaman secara internasional karena aktifitasnya di dunia jurnalistik dan diplomasi. Kisah-kisah perjuangan H.O.S Tjokroaminoto yang menjadi pelopor penting lahirnya Syarikat Dagang Islam (SDI) dan kisah M.Natsir yang dengan prinsip Islamnya memberi warna tersendiri bagi perkembangan Dakwah Islam dan politik di Indonesia.
Dari sejumlah penjelasan tentang bagaimana Islam memandang pemuda dan bagaimana kisah-kisah pemuda Islam sejak para Nabi hingga beberapa catatan kisah pemuda di Zaman Rasulullah hingga kisah pergerakan pemuda Islam di belahan dunia lainya termasuk Indonesia sebagaimana dijelaskan diatas, kita bisa mengambil ibroh dari kisah-kisah yang mengagumkan itu. Bahwa betapa banyaknya pemuda-pemuda Islam diusianya yang masih muda telah memberi manfaat yang besar bagi kejayaan Islam, termasuk mampu memberi kontribusi bagi lahirnya model pergerakan politik Islam hingga saat ini.

Kontribusi Pemuda Islam Bagi Masa depan Politik Indonesia

Yusuf Qardhawi dalam bukunya Min Fiqhid-Daulah Fil Islam mengemukakan bahwa “tabiat dan risalah Islam yang bersifat umum dan universal, harus bisa menyusup ke seluruh sisi kehidupan. Maka sulit digambarkan jika ia mengabaikan urusan daulah dan menyerahkan kepada para ateis atau orang-orang jahat untuk memutarbalikannya berdasarkan hawa nafsu mereka. Karena Islam menyeru kepada disiplin dan pembatasan tanggungjawab, membenci kesemrawutan dan anarkisme dalam segala hal, maka kita mengikuti Rasulullah SAW memerintahkan kita agar meluruskan shaf tatkala sholat dan mengangkat orang yang paling banyak ilmunya sebagai imam. Beliau juga pernah bersabda tentang sebuah berjalanan “ angkatlah salah satu dinatara kalian sebagai pemimpin”. Kemudian Yusuf Qordhawi mengutip pendapat Ibnu Taimiyah dalam bukunya As-Siyasah Asy-Syar’iyah yang berkata “ harus diketahui bahwa wilayah (perwalian, pemerintahan) untuk mengurus urusan manusia merupakan kewajiban agama yang paling besar. Bahkan tidak ada artinya penegakkan agama dan dunia tanpa perwalian ini. Kemaslahatan bani Adam tidak akan berjalan secara sempurna kecuali dengan membentuk komunitas, karena sebagaian di antara mereka pasti membutuhkan sebagian yang lain. Dalam komunitas itu dibutuhkan seorang pemimpin, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda “ Jika ada tiga orang yang pergi dalam suatu perjalanan, hendaklah mereka mengankat salah seorang diantara nya sebagai pemimpin” (HR. Abu Daud). (lihat lebih jauh tentang politik di bukunya Yusuf Qardhawi Min Fiqhid-Daulah Fil Islam, Darusy-syuruq, Cairo,1997).
Imam Syahid Hasan Al-Banna pernah mengemukakan bahwa : “Berpolitik adalah salah satu aktivitas dalam dakwah yang muaranya adalah untuk mengurusi umat hingga mengangkat mereka ke kedudukan sebagaimana yang diperintahkan al-Qur’an di tengah-tengah manusia“. Kemudian Imam Syahid menyampaikan pesan khusus kepada para pemuda berkenaan dengan as-Siyasi (politik) bernegara sebagai berikut : “Adalah sangat mengherankan sebuah faham seperti Komunisme, Kapitalisme, memiliki negara yang melindunginya, yang mendakwahkan ajarannya, yang menegakkan prinsip-prinsipnya, dan mengajak masyarakat untuk menuju ke sana. Dan lebih mengherankan lagi, kita dapati beragam ideologi sosial-politik di dunia ini bersatu untuk menjadi pendukungnya. Mereka perjuangkan demi tegaknya ideologi tersebut dengan jiwa, pengorbanan, pikiran, media, harta, dan benda serta kesungguhan. Namun sebaliknya, kita tidak mendapatkan sebuah negara yang menegakkan ideologi yang datangnya dari ALLOH yakni Al-Islam, yang bekerja untuk menegakkan kewajiban Dakwah Islam, yang menghimpun berbagai sisi positif yang ada di seluruh aliran ideologi dan membuang sisi negatifnya. Lalu ia persembahkan itu kepada seluruh bangsa sebagai ideologi alternatif dunia yang memberi solusi yang benar dan jelas bagi selurih persoalan umat manusia” (lihat lebih jauh di Majmu Rasail I).
Beberapa pendapatnya Yusuf Qardhawi, Ibnu Taimiyah, dan Hasan Albana yang didasari atas keilmuan Islamnya yang kuat sebagaimana dijelaskan di atas sudah cukup untuk menggerakan hati kaum muda Islam untuk mempersiapkan diri pada suatau saat masuk ke wilayah politik di Indonesia. Ada beberapa argumentasi obyektif yang mendasari pentingnya kaum muda Islam mempersiapkan diri berkontribusi dalam wilayah politik :
Indonesia adalah Negara yang jumlah penganut Islamnya terbesar di dunia, maka menjadi aneh jika Negara terbesar komunitas Islamnya lalu dipimpin oleh orang yang tidak memiliki visi keislaman yang jelas.
Realitas politik Indonesia kontemporer adalah realitas politik yang para elit politiknya dalam memegang kepercayaan rakyat masih diwarnai korupsi dan seringkali tidak menggunakan etika politik dalam menjalankan pemerintahannya.
Tersendatnya agenda reformasi total di Indonesia bisa jadi disebabkan karena minimnya pemimpin politik Islam yang committed dengan moral Islam sehingga terkalahkan oleh arus besar kezaliman politik yang sistimatis melalui berbagai partai politik sekuler yang tidak mengindahkan fatsun politik yang disepakati.
Para aktifis politik Islam kurang memiliki bekal wawasan politik yang memadai, sehingga seringkali perjuangan politiknya terkalahkan oleh para aktifis politik lain yang memiliki wawasan politik yang memadai dan strategi politik yang jitu.
Sedikitnya politisi muda Islam yang concern dengan perkembangan IPTEK dan SDM di Indonesia sehingga hampir bisa dipastikan kita bangsa Indonesia yang mayoritas ummat islam tidak mengetahui arah pengembangan IPTEK dan pembangunan SDM Indonesia di masa depan.
Realitas ummat Islam Indonesia kini memiliki kecenderungan sebagai ummat yang cerdas, kritis, dan berkeinginan untuk memiliki pemimpin-pemimpin politik yang berilmu dan bermoral.

Untuk sampai pada peran kontribusi pemuda Islam Indonesia pada wilayah politik maka mempersiapkan diri untuk mencapai keunggulan moral dan keunggulan ilmu adalah jalan awal yang baik. Kedua keunggulan ini harus dilanjutkan sampai ada kemauan kuat atau memiliki keberanian untuk bersedia atau terjun ke posisi-posisi startegis di bagian manapun struktur politik di Indonesia. Sampai disini diperlukan kearifan politisi Islam senior untuk dengan cermat membuka pintu dan melakukan pembinaan bagi lahirnya aktifis politik Islam muda di Indonesia yang disiapkan untuk memimpin dan membawa Indonesia lebih progresif dengan tetap memegang prinsip-prinsip Islam.



Kunci-kunci untuk mencapai keunggulan moral pemuda Islam bisa direnungkan pesan moral dari sifat-sifat yang menyebabkan para pemuda dicintai Allah SWT. Sifat-sifat tersebut dikisahkan dan diabadikan di dalam al-Qur’an dan dibaca oleh jutaan manusia dari masa ke masa. Sifat-sifat tersebut adalah sebagai berikut :
Karena mereka selalu menyeru pada al-haq (QS 7/181)
Mereka mencintai Allah SWT, maka Allah SWT mencintai mereka (QS 5/54)
Mereka saling melindungi, menegakkan shalat (QS 9/71) tidak sebagaimana para pemuda yang menjadi musuh Allah SWT (QS 9/67)
Mereka adalah para pemuda yang memenuhi janjinya kepada Allah SWT (QS 13/20)
Mereka tidak ragu-ragu dalam berkorban diri dan harta mereka untuk kepentingan Islam (QS 49/15)
Sementara kunci untuk mencapai keunggulan ilmu antara lain dapat ditemukan pesan-pesan moralnya dalam dua sifat berikut:
Bersungguh-sungguh mencari Ilmu (QS.3 /7)
Kritis dalam mencermati berbagai pendapat, maapu memilih yang benar dan terbaik (QS. 39/18)
Semoga tulisan ini bermanfaat sebagai bahan diskusi dan renungan bagi komunitas muda

<