Tuesday, September 20, 2005

Calon Presiden dan Peta Gerakan Mahasiswa

Calon Presiden dan Peta Gerakan Mahasiswa
Oleh : Ubedilah Badrun

Apa hubungan antara calon presiden dan peta gerakan mahasiswa? Tidak mudah memang untuk menjawab pertanyaan tersebut, apalagi untuk melakukan generalisasi hubungan antara dua entitas tersebut. Tetapi jika ditelaah dalam perspektif historis bangsa ini, penulis sulit menafikan betapa Presiden dan mahasiswa sering menjadi agen politik penting bagi dinamika perubahan politik di tanah air. Bahkan seringkali antara keduanya berhadapan secara konfrontatif. Meski perlu diskusi lebih mendalam, tetapi secara kasat mata beberapa catatan sejarah bangsa ini menunjukkan hal itu, misalnya sejak tahun 1966 (mahasiswa vs presiden Soekarno), tahun1970-an (mahasiswa vs presiden Soeharto misalnya dalam peristiwa Malari thn ‘74, dan penolakan terhadap pencalonan kembali Soeharto thn ‘78), tahun 1998 (mahasiswa vs presiden Soeharto /menolak KKN dan menuntut Soeharto turun ), tahun 1999 ( mahasiswa vs presiden Habibie, pada waktu itu sebagian mahasiswa menolak Habibie) dan tahun 2001 ( mahasiswa vs presiden Abdurrahman Wahid, pada waktu itu sebagian mahasiswa juga meminta Abdurrahman Wahid untuk turun dari jabatannya, karena berbagai kasus). Realitas historis diatas setidaknya bisa menjadi parameter sederhana betapa antara Presiden dan mahasiswa seringkali terjadi benturan, yang bahkan berakhir dengan kematian mahasiswa dan jatuhnya kekuasaan seorang Presiden.
Calon Presiden
Kini setelah bangsa Indonesia menyelesaikan pemilu legislatif 5 april yang lalu, wacana dan hingar bingar kepolitikan Indonesia diwarnai dengan munculnya banyak calon presiden yang akan berkompetisi pada pemilu Presiden dan wapres pada 5 Juli nanti. Setidaknya hingga kini terdapat lima calon Presiden mereka adalah Wiranto, Megawati, Abdurrahman Wahid, Soesilo Bambang Yudoyono, dan Amien Rais .
Tentu selain kelima calon presiden tersebut memiliki kelebihan, kelimanya juga memiliki kelemahan, terutama berkenaan dengan masalah yang melekat pada diri calon presiden tersebut. Misalnya ada yang dinilai tersangkut masalah HAM, pernah bermesraan dengan Orde Baru dan juga kemudian menimbulkan perasaan traumatis rakyat atas kepemimpinan militer (kasus capres Wiranto dan Soesilo BY), ada yang digugat pemilihnya karena dinilai tidak lagi peduli wong cilik (kasus capres Megawati), ada juga karena masalah kesehatan dan masalah kepemimpinannya yang dinilai cukup sering membuat pernyataan yang mengejutkan dan menimbulkan masalah ( kasus capres Abdurrahman Wahid), ada juga karena masalah yang berkenaan dengan tingkah polah politiknya (kasus capres Amien Rais). Sejumlah masalah yang melekat pada calon presiden itulah yang akan memicu atau mendorong mahasiswa bergerak untuk menyikapi realitas calon presiden, apalagi momentum pemilu presiden kedepan ini akan melewati momentum penting 21 Mei yang hampir pasti akan diperingati oleh mahasiswa sebagai momentum perlawanan terhadap otoriterianisme dan KKN termasuk terhadap mesin-mesin politik Orde Baru yang menurut mahasiswa telah memberi noda hitam sejarah bangsa Indonesia. Dan karena beragamnya masalah yang melekat pada diri calon presiden, gerakan mahasiswa-pun akan terpetakan. Setidaknya keberadaan mahasiswa dalam menyikapi calon Presiden akan terpetakan dalam tiga kelompok besar. Pertama, menolak calon presiden. Kedua, menjadi onderbouw calon presiden. Ketiga, tidak menolak dan tidak menjadi onderbouw tetapi wait and see. Ketiga kelompok gerakan mahasiswa tersebut akan di urai di bawah ini.
Menolak Calon Presiden
Kelompok mahasiswa yang menolak calon presiden ini ( khususnya terhadap enam calon presiden diatas) bisa di bagi menjadi dua kelompok, yakni ada kelompok mahasiswa yang menolak seluruhnya dan ada juga yang menolak sebagian saja. Kelompok mahasiswa yang menolak seluruh calon presiden adalah mereka yang menilai bahwa keenam calon presiden tersebut telah memiliki masa lalu yang bermasalah dan bahkan dinilai telah gagal menegakkan reformasi yang digagasnya sendiri. Dan karenanya menurut kelompok ini track record keenam calon presiden tersebut nilainya merah. Ibarat ujian nasional keenam calon presiden tersebut tidak lulus ujian. Kelompok mahasiswa ini termasuk juga kelompok yang radikal sejak rezim orde baru berkuasa, dan menghendaki revolusi bukan reformasi. Kelompok mahasiswa ini hingga kini masih eksis karena perkaderannya juga masih terus berjalan. Kelompok ini sering menjadi barisan terdepan yang siap benturan fisik untuk melawan barisan militer yang menghadang laju demontrasi mahasiswa, termasuk ketika tahun 1998 yang lalu. Implikasinya kelompok ini akan melakukan demonstrasi menolak pemilu Presiden sebagaimana juga mereka menolak pemilu legislatif 5 April yang lalu.
Sementara kelompok mahasiswa yang menolak sebagian saja dari keenam calon presiden diatas menilai bahwa yang terpenting saat ini yang perlu di tolak adalah mereka calon presiden yang pernah bermesraan dengan Orde Baru, militeristik dan yang terindikasi KKN. Menurut kelompok mahasiswa ini Orde Baru adalah Orde yang menampilkan wajah otoriterian, menampilkan demokrasi yang semu dan diwarnai rezim yang korup, yang mengakibatkan bangsa Indonesia mengalami krisis yang berkepanjangan yang akibatnya masih terasa hingga hari ini Karena itu calon presiden yang memiliki indikasi tersebut sangat penting untuk di tolak, sementara beberapa tokoh baru atau pemain baru yang menjadi calon Presiden dan dianggap bersih dari Orde Baru dan reformis diperbolehkan untuk ikut kompetisi dalam memperebutkan kursi presiden. Implikasinya kelompok ini akan melakukan gerakan demonstrasi menolak capres Orba, militer & yang terindikasi KKN.
Dua kelompok yang menolak calon presiden ini dimungkinkan pada bulan Mei hingga berlangsungnya pemilihan presiden pada Juli nanti akan turun ke jalan melakukan demonstrasi yang membawa massa mahasiswa yang cukup besar.
Onderbouw Calon Presiden
Selain kelompok mahasiswa yang menolak calon presiden, terdapat juga mahasiswa yang menjadi onderbouw calon presiden. Mereka ikut terlibat dalam menyukseskan calon presiden yang mereka kagumi agar benar-benar menjadi presiden. Menurut kelompok mahasiswa ini, kini sudah saatnya mahasiswa terlibat secara aktif mendukung calon presiden. Dan karenannya bagi kelompok ini adalah hal yang wajar jika mahasiswa ikut menjadi onderbouw nya calon presiden. Sebab menurut mereka hak politik mahasiswa harus diaplikasikan secara apa adanya sesuai pilihannya. Jadi bagi mereka tidak ada masalah kalau mahasiswa menjadi onderbouw nya calon presiden tertentu, toh pada akhirnya rakyatlah yang akan memilih. Mereka juga beranggapan bahwa dengan menjadi onderbouw calon presiden berarti sekaligus melakukan latihan politik yang paling nyata dan tidak sedikit yang menganggap bahwa apa yang dilakukannya itu bagian dari meniti karir politik mereka di masa yang akan datang. Tidak sedikit dari mereka menjadi agen di kampusnya masing-masing bagi suksesnya calon presiden mereka. Kelompok mahasiswa ini akan lebih banyak bergerak secara diam-diam di kampus-kampus untuk mengajak mahasiswa lainya ikut memilih calon presidennya. Karena itu mereka nampaknya sulit untuk turun ke jalan melakukan demonstrasi, selain karena masih malu-malu takut dicap sebagai mahasiswa yang tidak independent juga kecenderungan mereka tidak memiliki massa yang massif dan radikal. Tetapi jika calon presiden mereka sering di hujat, tidak menutup kemungkinan mereka akan dijadikan alat oleh calon presidennya untuk turun ke jalan demonstrasi mendukung calon presidennnya.
Ini juga dimungkinkan terjadi dalam rentang waktu Mei hingga pemilu presiden pada juli nanti.
Wait and See
Sementara dikalangan mahasiswa juga terdapat kelompok mahasiswa yang bisa dikategorikan sebagai kelompok wait and see yang menempatkan dirinya menungggu dan melihat perkembangan. Karena itu kelompok ini kadang persis seperti pengamat saja atau bahkan ada yang melihat perkembangan hanya sekedar informasi saja sehingga nampak ‘cuek’ dengan perkembangan politik yang ada. Mungkin juga karena mereka sudah bosan dengan perkembangan politik yang ada. Dengan demikian ada dua kelompok mahasiswa wait and see yang bisa dicermati, yakni kelompok wait and see yang agak kritis (karena agak mengamati) dan ada kelompok wait and see yang pragmatis Bagi mereka yang terpenting adalah bagaimana mereka bisa kuliah lancar dan menikmati masa mudanya. Kelompok ini cukup banyak tetapi tidak memberi warna bagi dinamika perkembangan politik, sehingga keberadaanya seperti sesuatu yang ada dalam ketiadaan.
Dari peta kelompok gerakan/mahasiswa diatas , khususnya kehadiran kelompok gerakan mahasiswa yang menolak calon presiden setidaknya bisa menjadi catatan penting bagi bangsa Indonesia dan khusunya bagi calon presiden bahwa dengan rasionalisasi yang mereka miliki mereka sesungguhnya menghendaki bahwa pemilu presiden bukanlah ajang untuk sekedar merebut kekuasaan dan kemudian bagi-bagi kekuasaan tetapi mereka menghendaki pemimpin yang benar-benar memiliki komitmen yang kuat pada nasib rakyat. Sekaligus sesungguhnya mereka juga mengingatkan bahwa tanpa tetesan keringat, darah, dan bahkan kematian teman-teman mereka pada 1998 mustahil anda para calon presiden bisa menikmati sepenggal kekuasaan saat ini ( -sudikah anda melupakan mereka yang telah mengorbankan segalanya termasuk nyawanya untuk kepentingan bangsa ?-). Jika peringatan mahasiswa melalui domonstrasi yang mereka lakukan tidak juga dipahami secara obyektif oleh para calon presiden maka tidak mustahil radikalisasi gerakan mahasiswa akan terus ada dan mungkin makin meluas.!?

Ubedilah Badrun, mantan Presidium FKSMJ 1995-1996, alumnus program pascasarjana Ilmu Politik UI dan kini mengajar Social Science & Civics Education di The Tokyo-Indonesian School Jepang.

0 Comments:

Post a Comment

<< Home

<