Friday, May 08, 2009

Koalisi Politik Pilpres 2009

Koalisi Politik Pilpres 2009
Oleh : Ubedilah Badrun



Satu tradisi politik Indonesia pasca reformasi 1998 dan pasca berlangsungnya Pemilu 1999, 2004 dan 2009 adalah munculnya kebiasaan koalisi politik nasional. Sayangnya koalisi politik yang pernah dibentuk baik pasca pemilu 1999 , maupun 2004 kerap tidak mampu menghadirkan pemerintahan yang efektif. Ketidakefektifan pemerintahan koalisi ini terjadi karena dua hal. Pertama, koalisi dibangun tanpa komitmen yang jelas pada gagasan besar. Kedua, koalisi dibangun hanya untuk kepentingan power sharing atau sekedar bagi-bagi kekuasaan. Walhasil tradisi koalisi yang saya sebut sebagai ’koalisi tak bergigi’ ini tidak akan pernah sampai pada substansi arah negara yang telah digariskan oleh konstitusi. Negara yang melindungi rakyatnya, mensejahterakan rakyat, dan mencerdaskan rakyat. Lalu bagaimana halnya dengan koalisi yang terjadi pada pemilihan Presiden 2009 ini?.

Koalisi SBY dan PKS
Koalisi ini sudah dirintis sejak sebelum pemilu legislatif 2009 lalu. Ada dua hal yang membuat koalisi ini terjadi, pertama sejak pemilihan presiden 2004, SBY dan PKS sudah memiliki budaya komunikasi politik yang terbentuk secara baik sehingga kemudian SBY menempatkan tiga kader PKS untuk menduduki jabatan mentri di kabinetnya. Tentu saja tiga mentri adalah bargaining position yang tidak sekedar jatah tetapi sebelumnya telah terbangun komunikasi politik yang intensif. Meski antara SBY dan PKS sempat sedikit bersitegang dalam kasus blok cepu dan kenaikan BBM namun tidak mampu mematahkan komunikasi kedua kekuatan politik tersebut. 
Pada pemilu presiden 2009 nanti publik membaca bahwa SBY akan kembali bergandengan dengan PKS, namun penulis membaca ada semacam keengganan atau semacam keraguan dari SBY jika wakil presiden yang akan dipasangkan dengannya berasal dari kader PKS meski PKS sudah menawarkan Hidayat Nurwahid dan Tifatul Sembiring. Keraguan ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, SBY belum melihat kapasitas Hidayat dan Tifatul sebagai Wakil Presiden yang tepat untuk mengatasi persoalan bangsa, khususnya menghadapi persoalan ekonomi yang cukup berat di awal semester pemerintahannya jika nanti memenangkan pemilu Presiden. Kedua, SBY nampaknya masih berharap kader dari partai Golkar untuk wapres dengan pertimbangan efektifitas pemerintahannya kelak tidak terganggu karena Golkar memiliki suara signifikan di Parlemen. Koalisi dengan PKS ini mungkin akan terjadi jika PKS mampu meyakinkan SBY tentang kapasitas kadernya untuk mampu menangani gejolak ekonomi diawal pemerintahannya jika terpilih. Selain itu pencalonan wakil presiden oleh PKS juga tidak mudah karena didalam koalisi ini ada PKB dan PAN yang tidak bisa dikesampingkan dalam menentukan arah koalisi ini. Apalagi belakangan Muhaimin Iskandar dicalonkan oleh Rapimnas PKB sebagai calon wakil Presiden yang bisa mendampingi SBY. Disisi lain PKS juga nampak tidak menonjolkan ambisusitasnya untuk menjadi wapres pasangan SBY, ini karakter khas PKS.

SBY dan Wapres Independen
Jika SBY memiliki keraguan yang tinggi atas koalisinya dengan PKS , maka SBY dimungkinkan akan menggandeng wakil presiden dari kalangan independen, mungkin dari kalangan kampus atau mungkin juga dari kalangan pengusaha. Jika koalisi ini yang terjadi maka SBY harus mampu meyakinkan partai-partai yang berada dalam barisan koalisinya baik terhadap PKS, PKB maupun PAN dan partai lainya.
Koalisi SBY dan Wapres Independen ini bisa terjadi dan mungkin akan memenangi pemilu jika SBY mampu memilih figur yang tepat. Dalam konteks ini SBY nampaknya membutuhkan figur wapres yang memiliki kemampuan pemahaman dan strategi ekonomi yang tepat sekaligus figur yang memiliki wawasan kenegaraan yang baik. Soal popularitas tidak terlalu menjadi pertimbangan penting karena dalam politik SBY 'matahari harus satu'. SBY tidak ingin ada semacam 'matahari kembar' seperti yang pernah terjadi antara SBY dan JK. Pertanyaanya siapakah figur yang akan muncul mendampingi SBY jika tidak dengan kader PKS? Penulis menduga bisa saja SBY akan menggandeng Boediono, Sri Mulyani, Meutia Hatta, Jimly Asyidiqi atau mungkin dengan Fadel Muhammad. 

Koalisi Besar dan Kemungkinan Untuk Menang?
SBY dan koalisinya akan sulit memenangkan Pemilihan Presiden 2009 jika Koalisi Besar menemukan bentuk Ideal Capres dan Cawapres yang berlaga pada pilpres 2009 nanti. Pada kubu koalisi besar ini jika memenangi Pilprers nampaknya akan bisa menjalankan pemerintahan yang efektif karena didukung oleh Partai-Partai yang memiliki suara signifikan di parlemen (PDIP,Golkar,Gerindra,PPP, dan Hanura) PAN juga nampaknya punya dua kaki ( di kubu SBY dan Koalisi besar). Namun sayangnya koalisi besar sampai hari ini belum mampu memunculkan figur capres dan cawapres yang ideal dan satu paket. Yang terjadi sampai saat ini muncul 3 paket yakni JK & Wiranto, Mega&Prabowo, Prabowo & Sutrisno Bachir (SB). Koalisis Besar nampaknya belum mampu memutus ego politik masing-masing elit partai untuk memunculkan satu paket capres dan cawapres, misalnya Mega & Prabowo. Penulis melihat pasangan Mega & Prabowo akan lebih mampu menandingi koalisi SBY. Atau memang kompetisis yang seimbang ini akan terjadi pada putaran kedua.

Koalisi Besar Menjadi Oposisi
Jika koalisi besar tidak mampu menyelesaikan ego elit politiknya maka kekalahan sudah ada di depan mata dan jalan yang paling tepat diambil oleh koalisi besar adalah jalan oposisi. Tentu saja oposisi Koalisi besar ini akan berdampak pada dua hal. Pertama, bisa membuat pemerintahan SBY tidak berjalan efektif. Hal ini terjadi karena sikap kritis kubu oposisi koalisi besar ini bisa menjadi bola liar yang m,enghambat efektifitas pemerintahan SBY. Kedua, oposisi koalisi besar juga disisi lain akan mampu mengontrol jalanya pemerintahan SBY secara lebih baik. Pada poin kedua ini nampaknya yang akan mampu menampilkan check and balancies yang terbaik dalam periode sejarah politik Indonesia. 
Namun penulis masih memiliki keraguan, bisakah koalisis besar ini solid menjadi oposan. Sebab Partai Golkar misalnya telah lama memiliki budaya politik sebagai penguasa, apakah akan mudah memilih jalan oposisi? Agaknya ada kemungkinan kader partai Golkar membelot dan bergabung dalam kabinet SBY jika SBY menang. Ini terjadi karena koalisi besar belum mengikatkan diri dalam satu ikatan koalisi yang solid.

Koalisi Gagasan 
Satu catatan yang paling lemah dari koalisi menjelang Pilpres 2009 ini adalah minimnya gagasan besar dalam koalisi baik pada koalisi SBY maupun pada koalisi besar. Pada koalisi SBY misalnya belum ada gagasan besar yang dimunculkan untuk menata Indonesia kedepan yang lebih baik, misalnya tentang konsepsi ekonomi Indonesia kedepan. Publik masih menilai bahwa SBY akan konservatif mengikuti pola yang selama ini dijalankan dengan barisan Neo Liberalisme-nya. Belum ditemukan gagasan ekonomi yang keluar dari kungkungan Neo Liberal. Sementara pada kubu koalisi besar (JK, Mega, Prabowo dll) juga belum menghadirkan gagasan besar tentang Indonesia masa depan. Konsepsi ekonomi seperti apa yang akan dibawa jika memenangi pilpres nanti. Kegamangan memilih konsepsi ekonomi nampaknya mendera pada dua kubu koalisis ini, sebabnya cuma satu karena dua koalisi ini masih berada dalam bayang-bayang dominasi neo liberal. Bagi penulis ini persoalan paling serius mendera Indonesia. Memiliki konsepsi dasar ekonomi yang terbaik sebagaimana terdapat dalam pasal 33 UUD 1945 tetapi diabaikan begitu saja. Penulsi berharap dua koalisi besar ini mampu menterjemahkan pasal 33 UUD 1945 dalam mengarahkan ekonomi nasional Indonesia kedepan. Sehingga sejatinya koalisis politik adalah koalisi dengan gagasan besar tentang masa depan Indonesia, bukan sekedar hasrat mencapai kekuasaan.
DPT dan Pilpres
Ada batu sandungan besar yang harus dituntaskan oleh KPU dan Pemerintah sebelum Pilpres, yakni soal akurasi Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sebab terbukti dalam Pemilu legislatif lalu ada sekitar 20 juta (data KPU) warga negara yang berhak memilih tidak dimasukan dalam DPT. Bagi penulis ini salah KPU dan pemerintah sebab dalam UU No 10 2008 pasal 32, Pemerintah dan pemerintah berperan dalam menyediakan data untuk kepentingan DPT. Ini yang tidak dipenuhi pemerintah dan KPU, tentu saja pemerintah yang dimaksud disini adalah Pemerintahan saat ini. Karena itu Pilpres 2009 akan mengalami hambatan serius jika pemerintah dan KPU tidak mampu menuntaskan persoalan DPT, apalagi kemudian jika gagal menuntaskan rekapitulasi atau molor dari jadwal. Ini akan merendahkan derajat kualitas demokrasi, bahkan Pilpres bisa tertunda. Jika ini yang terjadi maka  potensi yang membahayakan situasi politik 2009 ada di hadapan rakyat Indonesia yang rindu perubahan. 
Ubedilah Badrun, Direktur Eksekutif Pusat Studi Politik Indonesia (Puspol-Indonesia).


1 Comments:

Blogger selalusemangat said...

apakah koalisi itu mejadi alasan wajib bagi kita u juga menanggalkan karakter partai yg telah melekat...

kalo iya,,,silahkan mereka memperebutkan posisi itu?

jika cara kerja kita seperti ini (memperebutkan posisi) terus berlangsung maka jgn salahkan masyarakat jika mereka kehilangan kepercayaan terhadap partai...

selama ini masyarakat hanya di suguhkan kondisi partai yg berebut posisi tapi ga ada di kasih pencerahan dan pencerdasan politik knp harsu spt itu...

gimana nih pak??(yoni)

6:37 PM  

Post a Comment

<< Home

<